Rabu, 07 Desember 2011

Merayakan kelahiranNya tanpa kehadiranNya


Desember adalah bulan paling akhir dalam suatu masa tahun, entah kenapa bulan ini di namakan bulan Desember. Yang pasti  Desember atau  decem, berarti 10 yang mana di Roma desember merupakan bulan ke-10.  tapi pada masa sekarang bulan desember di kenal sebagai bulan ke-12 atau bulan paling akhir dari 12 bulan yang ada.

Beragam reaksi orang menanti datangnya bulan desember ini, ada yang senyum-senyum tanpa makna,  ada juga yang terkesan cuek dan sinis menyambut datangnya bulan ini. Buat mereka yang senyum-senyum mungkin dikarenakan terlalu bersemangat untuk menyambut akhir tahun, serta berharap setiap doa yang disampaikan akan  terjawab di tahun baru yang akan datang, mudah-mudahan membawa kebahagian tersendiri. berdoa lagi lebih kencang supaya dapat bonus dari Tuhan berupa pasangan hidup yang sesuai kriteria. Sedangkan bagi mereka yang sinis, bisa jadi sudah putus asa dikarenakan setiap tahun rasanya tidak pernah ada yang berubah, hidup selalu terasa semakin sulit dari tahun ke tahun. atau mungkin sepertinya niat untuk menikahi keKasih hati selalu terbentur harga Sinamot. Judul yang pas untuk kasus yang ini adalah “cintaku kandas di semifinal persis di kota sinamot”.

Buat orang kristen tentu saja bulan desember adalah bulan yang penuh makna, bulan dimana setiap orang akan merayakan Natal, Momen yang selalu ditunggu-tunggu. Natal yang dalam artiannya adalah merayakan kelahiran Yesus Kristus seperti yang tertulis di dalam injil Matius 1 : 18 – 25 dan injil Lukas 2 : 1-20.  idealnya NATAL seharusnya menjadi peristiwa KASIH yang dasyat. Faktanya?

Seringkali kita merayakan kelahiranNya tanpa kehadiranNya, karna ternyata  yang terjadi adalah pada setiap momen Natal, orang  jauh lebih tertarik  untuk menyambutnya  dengan serba  wah, dengan berbagai kemewahan, gegap gempita serta kemeriahan dan tentu saja sering semuanya itu terjadi tanpa kehadiranNya.

Ketika menyambut Natal itu sendiri orang lebih sibuk untuk mempersiapkan Pohon Natal, baju baru, rencana liburan, kumpul-kumpul dengan keluarga dan tentu saja harapan untuk mendapatkan hadiah-hadiah Natal, Syukur-syukur hadiahnya bisa dapat langsung dari tangan Sinterklas yang gendut itu dan tak lupa sambil poto disampingnya dengan senyum  setengah tersungging di bibir. Photo ini jadi inspirasi untuk Natalan yang akan datang. tiada Natal tanpa makanan yang melimpah, setiap Natal tiba, kebanyakan orang yang merayakan Natal  akan menemukan dirinya semakin gemuk dalam kemakmuran dan dapat  dibuktikan dari berat badannya.
Orang-orang tua juga sepertinya hanya mengajarkan anak-anaknya dengan segala pernak-pernik khas Natal. Sebenarnya tidak ada yang salah dengan hal-hal tersebut diatas, tetapi ada baiknya esensi Natal itu sendiri tidak hilang di telan pernak-pernik dunia yang tidak begitu penting.

Gereja-Gereja (tentu saja tidak semuanya) sepertinya banyak yang hanya berlomba-lomba untuk membuat acara sedemikian mewah dalam merayakan Natal ini, jemaat terlalu sibuk untuk mempersiapkan acara Natal.  Sepertinya Gereja hanya peduli terhadap acaranya dan tak segan-segan untuk menghabiskan dana yang besar. Tetapi terkadang Gereja lupa bahwa di sekeliling gedung besar tempat acara Natal yang mewah dan mahal, serta menghabiskan banyak dana itu,  banyak orang-orang miskin, gelandangan, penyakitan, kelaparan, kedinginan dan tanpa tempat tinggal.  Bahkan mungkin jemaat Gereja itu sendiri banyak yang butuh uluran Kasih. Apakah tidak lebih baik kalau Dana itu di pakai untuk orang-orang yang sangat membutuhkan? Menurut saya alangkah lebih bijaksana ketika dana yang sebesar itu bisa digunakan untuk suatu program yang memberikan dampak lebih besar dan berkelanjutan kepada lebih banyak orang tentunya daripada hanya sekedar acara. Karna kata memberkati seharusnya bukan hanya berupa hitungan kosong belaka tapi sepantasnya kata berkat itu sendiri dapat diukur.

Jika Gereja tidak bisa menjadi solusi dan tidak dapat mengayomi orang-orang yang membutuhkan, dengan demikian, Gereja itu telah kehilangan fungsinya sendiri. Gereja seharusnya berkembang sesuai dengan kebutuhan dunia (bukan berarti menjadi serupa dengan dunia). Karena kalau Gereja tidak berkembang serta tertinggal dari kebutuhan dunia ini, bagaimana mungkin bisa menjawab kebutuhan? Jadi alangkah lebih baik ketika kita sama-sama mengembalikan fungsi Gereja yang sesungguhnya.

Momen Natal seharusnya menjadi momen untuk kita merefleksikan kembali akan Kasih  Yesus dan alangkah lebih baik lagi belajar dari sumber Kasih itu sendiri, saat Natal adalah saat dimana seharusnya kita membukakan mata akan sekeliling kita, saat seharusnya kita lebih memikirkan orang lain daripada diri kita sendiri, momen yang seharusnya mengingatkan kita untuk berbagi kepada sesama. Momen yang seharusnya menggemukkan orang yang masih kurus, meringankan beban mereka yang berat, serta melakukan kepada sesama dalam Kasih yang besar. Tidak bisa dipungkiri bahwa  begitu banyak orang diluar sana yang butuh Kasih, mereka butuh pelukan dan rasa peduli kita.

Sebab firman Tuhan sendiri berkata bahwa, ketika kita memberi makan yang kelaparan, memberikan pakaian bagi mereka yang telanjang, melawat mereka yang sakit, memberikan tumpangan bagi mereka yang tidak punya tempat tinggal, melakukan sesuatu bagi saudara kita yang kesusahan, dengan demikian kita telah melakukannya untuk Allah.

Sudah saatnya kita merayakan Natal di tahun ini dengan sesuatu yang berbeda, sesuatu yang memberi dampak. Mari kita sama-sama merenungi makna Natal yang sesungguhnya setidaknya bagi diri kita sendiri, sehingga dengan demikian harapannya kita bisa merayakan kelahiranNya dengan kehadiranNya.

Tulisan ini hanyalah sebuah pemikiran yang mungkin kesannya sok bijak, tapi memang saya bijak…hehehehe