Selasa, 30 Oktober 2012

Anti-Poverty, Pro-Prosperity


Terinspirasi dari sebuah novel the street lawyer atas rekomendasi seorang sahabat yang katanya bagus banget dan ternyata dia bener bener bener 100 persen. Sejauh ini sih saya membacanya masih sampai bab 5, tetapi benar-benar luar biasa bisa menggugah hati (seperti Gugah Nurani, en-ji-oo korea itu, hahaha), alhasil melalui buku ini memberikan komitmen baru dalam hidup bahwa tidak akan pernah berhenti membantu, sekalipun saya termasuk golongan yang tidak punya banyak, tetapi  dalam hal berbagi menjadi misi abadi. Ternyata Tuhan seringkali berbicara bukan hanya dalam konteks rohani, jadi kurang-kurangi kalian aktivitas yang 6 hari seminggu itu woy.

Novel tersebut bercerita tentang seorang pengacara yang bekerja disebuah biro hukum yang cukup mapan, berada didivisi yang paling potensial untuk kaya untuk mengeruk fulus dalam jumlah yang wah, dan merupakan divisi yang paling potensial dalam hal peningkatan karir. tetapi semuanya seakan tidak ada artinya ketika nafasnya berada diambang kematian, oleh kejadian seorang gelandangan yang menyandera dia dan teman-teman pengacara kaya-nya.  dia tersadar bahwa harga segelas kopi yang biasa diminumnya bahkan mampu menyelamatkan puluhan nyawa  para gelandangan, harga seporsi makan standarnya bisa menyelamatkan ratusan orang miskin. Kenyataanya,  tidak sampai satu persenpun dari penghasilan total pertahun disisihkan untuk orang miskin. Dan yang tidak sampai satu persen tersebut, hanya karna merupakan kewajiban kepemerintah sesuai dengan undang-undang negara setempat. Akhirnya momen ini menjadikan titik balik bagi hidup sang pengacara tersebut.

Meskipun uang melimpah tapi tidak pernah terbersit keinginan untuk membantu mereka yang miskin dan butuh perhatian. Ini sungguh sebuah realitas yang mengerikan, bagaimana kita bisa tertawa dengan segala kemewahan sementara terlalu banyak orang susah disekeliling kita yang bahkan tidak punya makanan alih-alih tempat tinggal? Jika kita termasuk orang seperti ini, allang ma gadong i!!

Tidak salah jika seorang Mahatma Gandhi berkata bahwa “ Dunia ini terlalu besar untuk kita, tetapi terlalu kecil untuk satu orang rakus”. Anda lihat bergitu rakusnya orang rakus itu, sampai dunia sebesar ini tidak membuat dia merasa puas.  Faktanya adalah orang miskin hanya diperbudak untuk menjadikan yang kaya lebih kaya sedangkan yang miskin tinggal menunggu sekarat dan meninggal. Bahkan, sepatu Adidas yang  dijual jutaan diluar negeri, hanya diberikan 5 ribu perak untuk upah kerjanya, padahal kencing di mall aja sudah harus bayar 2 ribu, artinya upah dari mengerjakan sepasang sepatu, hanya mampu membayar dua setengah kali kencing di mall.  

Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah warga miskin di DKI Jakarta mencapai 3,69 persen berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) pada Maret 2012. Walau saya tidak percaya sama sekali akan data itu. bagaimana mungkin jika hanya 3,69 persen orang miskin, begitu gampangnya menemukan mereka bertaburan dimana-mana.  Kemacetan Jakarta merupakan gambaran dari banyaknya orang mampu di kota ini, bagaimana jika 100 juta orang kaya mau membantu 100 juta orang miskin? Saya pikir masalah kemiskinan ini akan selesai. Tetapi masalahnya, selalu lebih mudah seekor unta masuk melewati lubang jarum daripada seorang kaya.

Saya selalu memiliki komitmen untuk  membantu mereka yang membutuhkan, selalu ada kesenangan jika dapat membantu orang, anda tidak akan pernah tahu jika suatu saat hal ini menimpa kita atau orang yang kita kasihi. Rumah kontrakan saya selalu terbuka bagi mereka yang membutuhkan, sekalipun saya terbatas tapi tidak akan pernah membatasi pertolongan saya bagi mereka yang butuh. Sepanjang hidup, saya sudah merasakan hal yang seperti ini, merasakan betapa pentingnya bantuan orang lain ketika kita butuh. Anda bahkan tidak akan pernah bertambah miskin ketika mau memberikan dari yang anda punya, realitanya; anda akan makin kaya dan semakin kaya.

Walaupun bukan termasuk orang yang punya banyak, tetapi saya ingin menjadi pribadi yang punya totalitas membantu mereka yang membutuhkan, tidak peduli jika pada akhirnya saya tidak bisa membeli barang yang kuinginkan, pakaian dengan merek tertentu yang kudambakan, serta tidak bisa menikmati fasilitas mewah seperti yang diimpikan banyak orang, tapi jalan terbaik yang harus kulakukan adalah memberi mereka bagian terbaik dari hidupku.  

Bagi mereka yang suka menceritakan kabar baik tapi pelitnya sumalin, bisa minta cuti dulu deh, mumpung staff departemen administrasi blom pulang!!