Desember adalah bulan paling akhir dalam suatu masa tahun,
entah kenapa bulan ini di namakan bulan Desember. Yang pasti Desember atau decem, berarti 10 yang mana di Roma desember
merupakan bulan ke-10. tapi pada masa
sekarang bulan desember di kenal sebagai bulan ke-12 atau bulan paling akhir
dari 12 bulan yang ada.
Beragam
reaksi orang menanti datangnya bulan desember ini, ada yang senyum-senyum tanpa
makna, ada juga yang terkesan cuek dan
sinis menyambut datangnya bulan ini. Buat mereka yang senyum-senyum mungkin dikarenakan terlalu
bersemangat untuk menyambut akhir tahun, serta berharap setiap doa yang
disampaikan akan terjawab di tahun baru yang
akan datang, mudah-mudahan membawa kebahagian tersendiri. berdoa lagi lebih
kencang supaya dapat bonus dari Tuhan berupa pasangan hidup yang sesuai
kriteria. Sedangkan bagi mereka yang sinis, bisa jadi sudah putus asa
dikarenakan setiap tahun rasanya tidak pernah ada yang berubah, hidup selalu terasa
semakin sulit dari tahun ke tahun. atau mungkin sepertinya niat untuk menikahi
keKasih hati selalu terbentur harga Sinamot.
Judul yang pas untuk kasus yang ini adalah “cintaku kandas di semifinal persis
di kota sinamot”.
Buat orang kristen tentu saja bulan desember adalah bulan
yang penuh makna, bulan dimana setiap orang akan merayakan Natal , Momen yang selalu ditunggu-tunggu. Natal
yang dalam artiannya adalah merayakan kelahiran Yesus Kristus seperti yang
tertulis di dalam injil Matius 1 : 18 – 25 dan injil Lukas 2 : 1-20. idealnya NATAL seharusnya menjadi peristiwa KASIH yang
dasyat. Faktanya?
Seringkali kita merayakan kelahiranNya tanpa kehadiranNya,
karna ternyata yang terjadi adalah pada
setiap momen Natal, orang jauh lebih
tertarik untuk menyambutnya dengan serba
wah, dengan berbagai kemewahan, gegap gempita serta kemeriahan dan tentu
saja sering semuanya itu terjadi tanpa kehadiranNya.
Ketika menyambut Natal itu sendiri orang lebih sibuk untuk
mempersiapkan Pohon Natal, baju baru, rencana liburan, kumpul-kumpul dengan
keluarga dan tentu saja harapan untuk mendapatkan hadiah-hadiah Natal,
Syukur-syukur hadiahnya bisa dapat langsung dari tangan Sinterklas yang gendut
itu dan tak lupa sambil poto disampingnya dengan senyum setengah tersungging di bibir. Photo ini jadi
inspirasi untuk Natalan yang akan datang. tiada Natal
tanpa makanan yang melimpah, setiap Natal tiba,
kebanyakan orang yang merayakan Natal akan menemukan dirinya semakin gemuk dalam
kemakmuran dan dapat dibuktikan dari
berat badannya.
Orang-orang tua juga sepertinya hanya mengajarkan
anak-anaknya dengan segala pernak-pernik khas Natal . Sebenarnya tidak ada yang salah dengan
hal-hal tersebut diatas, tetapi ada baiknya esensi Natal itu sendiri tidak hilang di telan
pernak-pernik dunia yang tidak begitu penting.
Gereja-Gereja (tentu saja tidak semuanya) sepertinya
banyak yang hanya berlomba-lomba untuk membuat acara sedemikian mewah dalam
merayakan Natal ini, jemaat terlalu sibuk untuk
mempersiapkan acara Natal .
Sepertinya Gereja hanya peduli terhadap
acaranya dan tak segan-segan untuk menghabiskan dana yang besar. Tetapi
terkadang Gereja lupa bahwa di sekeliling gedung besar tempat acara Natal yang mewah dan
mahal, serta menghabiskan banyak dana itu, banyak orang-orang miskin, gelandangan, penyakitan,
kelaparan, kedinginan dan tanpa tempat tinggal. Bahkan mungkin jemaat Gereja itu sendiri
banyak yang butuh uluran Kasih. Apakah tidak lebih baik kalau Dana itu di pakai
untuk orang-orang yang sangat membutuhkan? Menurut saya alangkah lebih
bijaksana ketika dana yang sebesar itu bisa digunakan untuk suatu program yang
memberikan dampak lebih besar dan berkelanjutan kepada lebih banyak orang tentunya
daripada hanya sekedar acara. Karna kata memberkati seharusnya bukan hanya berupa
hitungan kosong belaka tapi sepantasnya kata berkat itu sendiri dapat diukur.
Jika Gereja tidak bisa menjadi solusi dan tidak dapat
mengayomi orang-orang yang membutuhkan, dengan demikian, Gereja itu telah
kehilangan fungsinya sendiri. Gereja seharusnya berkembang sesuai dengan
kebutuhan dunia (bukan berarti menjadi serupa dengan dunia). Karena kalau Gereja
tidak berkembang serta tertinggal dari kebutuhan dunia ini, bagaimana mungkin
bisa menjawab kebutuhan? Jadi alangkah lebih baik ketika kita sama-sama
mengembalikan fungsi Gereja yang sesungguhnya.
Momen Natal seharusnya menjadi momen untuk kita merefleksikan
kembali akan Kasih Yesus dan alangkah
lebih baik lagi belajar dari sumber Kasih itu sendiri, saat Natal adalah saat
dimana seharusnya kita membukakan mata akan sekeliling kita, saat seharusnya
kita lebih memikirkan orang lain daripada diri kita sendiri, momen yang
seharusnya mengingatkan kita untuk berbagi kepada sesama. Momen yang seharusnya
menggemukkan orang yang masih kurus, meringankan beban mereka yang berat, serta
melakukan kepada sesama dalam Kasih yang besar. Tidak bisa dipungkiri bahwa begitu banyak orang diluar sana yang butuh Kasih, mereka butuh pelukan
dan rasa peduli kita.
Sebab firman Tuhan sendiri berkata bahwa, ketika kita
memberi makan yang kelaparan, memberikan pakaian bagi mereka yang telanjang,
melawat mereka yang sakit, memberikan tumpangan bagi mereka yang tidak punya
tempat tinggal, melakukan sesuatu bagi saudara kita yang kesusahan, dengan
demikian kita telah melakukannya untuk Allah.
Sudah saatnya kita merayakan Natal di tahun ini dengan sesuatu yang
berbeda, sesuatu yang memberi dampak. Mari kita sama-sama merenungi makna Natal yang sesungguhnya
setidaknya bagi diri kita sendiri, sehingga dengan demikian harapannya kita bisa
merayakan kelahiranNya dengan kehadiranNya.
Tulisan ini hanyalah sebuah pemikiran yang mungkin
kesannya sok bijak, tapi memang saya bijak…hehehehe
Tidak ada komentar:
Posting Komentar