Jumat, 12 Agustus 2011

Coretan (bukan) Freedom Writer


Jam semi Rolex ku menunjukkan pukul 3 pagi, eh ternyata tak kusangka tak kuduga masih ada sosok seorang sahabat yang  mungkin belum tertidur lagi, hal ini terlihat dari balasan bbm-nya yang kukirimkan 4 jam yang lalu. Hatiku seperti melompat dari tempat yang seharusnya dikala melihat ada teman yang tiba-tiba bangun dari tidurnya, padahal biasanya sedetik setelah memejamkan mata aja dia sudah langsung tertidur. bukankah orang-orang dekil pasti terlalu senang melihat temannya yang gagal memejamkan mata (lagi)?  Kucoba untuk menelpon (setelah minta ijin tentunya) dengan maksud hati ingin ngemeng-ngemeng sambil datangnya sang tamu ngantuk yang sangat sombong itu. 

Awalnya kita bercerita tentang carut marutnya hidup ini, saling tertawa, saling mengejek, saling bercanda dan saling-salingan yang lain. Setelah curcol sekian lama berakhir dengan masalah yang entah siapa yang memulai, alhasil menambah tabungan masalahku yang sudah menggunung. Inilah akibat terlalu banyak ngobrol yang kurang penting di pagi hari yang ga penting juga. Akhirnya telpon itupun kututup pada jam 5 subuh dengan sebuah masalah yang belum terselesaikan. Aku yakin sepenuhnya kebanyakan masalah itu datang karna miskomunikasi. Karna menurut temannya teman saya yang sekarang menjadi teman saya, “90 persen masalah datang oleh karna miskomunikasi”. Aku berharap masalah ini juga termasuk salah satu di dalamnya, karna kalo tidak bisa gaswat negara ini. kehilangan satu  temen lagi setelah banyak temen yang lain menghilangkan diri tentu saja merupakan hal yang mengerikan. Aku ga pernah tau kapan lagi kita akan berbaikan,kapan luka kita akan pulih, kapan kita saling bisa menerima segala ketungiran kita, dalam hal ini hanya Tuhan dan tulang yang tau. Mudah mudahan Tuhan tidak hanya menjawab dengan berkata Teeeerseeerrahhhhhhhhhhhhh lo deh …………..!! what a bad day? dasar memang PENYESALAN selalu datang terlambat karna kalo datang duluan namanya PENDAFTARAN kata teman saya si gondrong.
Pelajaran pertama ;” jangan menelepon seseorang sampai jam 5 subuh, seharusnya jam 4 lewat 59 menit dan 59 detik telpon sudah harus ditutup, sehingga tamu miskomunikasi itu tidak perlu datang dengan segala kepura-puraannya”

Memang sudah seminggu yang lalu saya berencana untuk berangkat ke kota metro pada pagi ini juga, tetapi oleh karena kurang tidur saya berencana untuk berangkat sore harinya. Kucoba untuk menghubungi travel yang sudah sukses itu, di seberang sana terdengar jawaban kalau travel untuk sore hari sudah full booking, jadi mau tidak mau  karna tidak ada pilihan lain saya harus berangkat di siang harinya. Akhirnya rencana istrahatpun pupus sudah, karna waktu saya menelpon travelnya sudah jam setengah 11 pagi. Sayapun harus buru-buru berangkat dengan mandi seadanya, packing seadanya, tanpa sarapan dan boker (bukan sarapan boker-red). This is My second bad day!!
Pelajaran kedua; kebalikan dari pelajaran pertama, telponlah mereka pada pagi hari, karna kalau menelpon di siang hari maka anda hanya akan mendapatkan kata “maaf” di seberang sana.

Akhirnya akupun tetap berangkat ke kota Metro yang menurut ahli ukur yang tertolak itu jarak kota ini hanya se-meter dari neraka. Sesampainya disana aku bertemu dengan dua orang sahabat lamaku yang sedang menunggu dengan harap harap lemas.
Sahabat pertamaku yang penyuka “Barang Interlokal”  ini memelukku disertai sebuah belaian ketika kami bertemu, sebenarnya aku heran akan sahabat yang satu ini, sering bertanya-tanya dalam hati “kenapa dia begitu mendambakan barang interlokal?, apa bedanya barang lokal sama barang interlokal? Bukankah dua-duanya barang original tanpa pengawet?” tapi entahlah, mungkin dia  seorang penganut “SIZE DOES MATTER ”. hal ini mengingatkan aku akan cerita temen-temen masa kecilku dulu yang ternyata menurut pengakuan mereka (mungkin mereka juga banyak menonton “size” di film-film METINE di bioskop yang berharga seribu lima ratus rupiah sekali masuk itu) bahwa Ras yang satu ini merupakan “SIZE” yang paling unggul dari semua Size yang pernah diciptakan didunia ini. Wooww…… aku berharap semoga masih ada seorang pengrajin di ujung timur sana yang mampu menciptakan “Penutup” di atas ukuran kepala suku, karna saya yakin seratus satu persen kita tidak akan pernah menemukannya bahkan di semua etalase toko di negara ini. sering aku mencoba untuk meluruskan paradigmanya yang salah, karna survey membuktikan bahkan dari barang lokal yang kecil inipun bisa menghasilkan produk lokal yang sebesar interlokal, hal ini bisa kita lihat dari tampilan luar sahabatku ini.
Pelajaran ketiga; jangan berpikir barang interlokal lebih baik tanpa pernah mencoba barang lokal yang sensitif.

Sahabat keduaku ini tidak kalah magic dari nasi goreng pak Susno is magic yang di dambakan para kaum borjuis itu. Mencontohkan dia ke sebuah makanan adalah hal yang paling masuk akal. Karna buat dia semua makanan enak sekalipun itu produk gagal.  Dia seorang penikmat makanan yang belum tentu nikmat.  Ah…..sudah cukup lama tidak bertemu dia, kuharap Masakan Soup andalan bumbu khas nenek moyang itu masih terjaga kwalitasnya, seingat saya selama lebih dari 4 tahun dia selalu masak masakan yang sama. sialnya masakan yang kuimpikan itu tidak kunjung kunikmati setelah 4 hari menunggu, gak tau dia pura-pura lupa atau mungkin dia akan kirimkan lewat DHL sesampainya aku di Bandung…who knows?
Pelajaran keempat; kenikmatan sebuah makanan ditentukan oleh penikmat itu sendiri dan jangan lupa menheningkan cipta pada nenek moyang kita untuk setiap bumbu yang telah mereka ciptakan.

Sore harinya setelah pulang dari pura-pura kerja 3 orang sahabat kami yang lainpun bergabung....mereka bertiga punya ciri khas masing-masing dan dipersatukan oleh 2 hal, sama-sama suka tertawa, dan sama-sama suka ketungiran. Sebenarnya kalo di lihat dari sisi kwantitas pertemuan ga lebih dari 6 kali sejauh ini bertemu dengan mereka,  Tapi rasanya memang sudah seperti saudara ajah, sepertinya ajakan yang keluar dari mulut mereka bukan hanya sekedar basa-basi layaknya kebanyakan orang,  senyum mereka yang selalu lepas landas, batuk mereka yang bunyinya seperti batuk sejarawan, dan duit mereka yang hanya dua warna, yaitu biru dan kemerah-merahan. Kamipun bercerita tentang banyak hal, walaupun sahabatku yang penyuka makanan itu yang lebih banyak bercerita  tentu saja sambil ga lupa membetulkan posisi kacamatanya yang entah kenapa setiap 2 menit selalu berubah posisi. Dari setiap sahabatku memiliki cerita masing-masing sebagai kata sambutan, tapi jujur saya hanya mengingat salah satu darinya.
Ceritanya kira-kira seperti ini;

..”ketika seorang batak bernama Pahotan berpacaran dengan seorang cewe jawa bernama Surti. kebiasaan dari dua suku ketika berpacaran sering terjadi kesalahpahaman oleh karna faktor bahasa dan budaya. Ketika sedang asyik berpacaran di atas motor si surti menegur Pahotan yang mengemudi terlalu kenceng;
Surti: “Mas ojo(jangan) ke susu (buru-buru)”
“karena Pahotan seorang jemaat gereja yang senang tepuk tangan dan selalu melompat tanpa alasan adalah orang yang tidak suka mengambil keuntungan dari situasi yang terjepit dia pun dengan sopan duduk sedikit maju ke depan tanpa menurunkan kecepatan motor”
Surti; “Maasssss……ojo kesusu”
“untuk kali kedua Pahotan tetep duduk lebih maju kedepan” dengan kecepatan yang tetep sama
Surti; “ (suara Surti yang makin Kenceng) “Massssssss Tungir Ojo kesusu”
Pahotan ; Bah panjang kalilah susu kau Surtiiiii……….!!!!
(translate; ai ganjang hian ma susu mi Surti, na di takko ho do susu ni halak baru di sambung ho tu susu mi?”

Huahuahahhahahahhahahahhah (ngakak sambil  guling-guling)…..lucu kalipun……….!!!!

Setelah puas saling berkangen ria tanpa cumbuan kamipun memutuskan untuk makan malam berempat (karna kedua tungir yang lain memutuskan untuk memisahkan diri dari rombongan), kamipun memutuskan untuk makan malam di tempat yang berbeda yang jauh lebih murah, karna ternyata uang yang tadinya berwarna biru dan kemerah-merahan telah berubah warna diatas jam 9 malam menjadi warna kuning kekabur-kaburan. Saya masih ingat kata perpisahan terakhir yang keluar dari mulut seorang sahabatku kepada sahabatku yang lain: “AWAS LECET” (sambil berusaha melindungi sahabatku yang memang kulitnya belum ada yang lecet). Wah senang rasanya bisa bertemu kalian semua, berharap ini hanya salah satu momen dari sekian momen yang akan datang. Sejenak pertemuan ini seperti menghilangkan setiap beban yang ada dipikiranku. Senyum lebarku yang telah lama hilang perlahan-lahan muncul kembali, kemana aja dia selama ini?

Pelajaran kelima; “berikanlah kepada si Surti apa yang menjadi milik si Surti, dan berikanlah kepada si Pahotan apa yang menjadi milik si Pahotan

Begitulah hari-hari pertamaku di kota Metro itu, sisa tiga harinya lagi merupakan hari yang tidak kalah seru dibandingkan hari pertama, bedanya hari pertama berawal dari hari yang buruk dan berakhir bahagia sedangkan ketiga hari setelahnya berawal dari senyum, dan diakhiri dengan capek deh.  Ternyata aku semakin mengerti bahkan di kota yang paling kubenci di dunia sekalipun masih ada senyum dan tawa.
Besok ketika saya kembali ke bandung mudah-mudahan senyum itu tetap mengembang dan tidak lekang oleh jaman.  (Holo boloh..kata si tungir yang lagi )

Pelajaran terakhir; tidurlah aku bah udah pagi ternyata….ojo kesusu mas!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar